Jumat, 18 September 2015

satu titik yang tak pernah bisa menjadi titik seutuhnya.


Tak pernah ada titik temu yang pasti untuk dapat menyatukan satu titik tersebut hingga menjadi satu titik yang seutuhnya.

Kapan nyambungnya kalau tiap hari kerjaannya berantem, kapan dewasanya kalau ga bisa memahami ego masing-masing? Sepertinya kalimat itu yang cocok untuk menjawab kekeliruan ini.
Tentang perbedaan, perbedaan itu indah dapat menambah pengetahuan baru, pengalaman baru, pemikiran-pemikiran baru tapi apa gunanya bila semua itu tidak memiliki tujuan yang pasti?

Tentang pertemuan yang selalu mengahasilkan cerita….

Seseorang yang jauh disana, dulu kita jauh sangat sangat jauh lalu karena disuatu tempat kita ditemukan dan akhirnya bisa sedekat ini banyak hal yang dilakukan bersama, melewatkan waktu yang tanpa terasa hari sudah larut. Hari demi hari dilalui dengan canda dan tawa, hingga suatu hari kami bertengkar hebat yang membuatnya memutuskan untuk pergi, “aku pasti pulang” ucapnya seperti itu, sejak saat itu aku menunggunya untuk kembali. Dengan rasa harap-harap cemas aku menunggunya untuk kembali.
Aku menunggunya tanpa bosan, aku menunggunya tanpa lelah, menunggu ia datang dan berkata “aku pulang”. Ya aku yakin dia pasti pulang, berada dirumahmu sendiri jauh lebih menyenangkan bukan?

Seperti layang-layang yang selalu ingin terbang tinggi…

Disaat matahari terbit, sesuatu yang selalu aku pikirkan selalu terulang “kamu udah bangun? Apa kamu udah solat? Kamu baik-baik saja kan?” hingga matahari terbenam sesuatu kembali teringat perkataan yang seharusnya aku lontarkan “kamu sedang apa? Kamu baik baik sajakan?” pikiran pikiran yang begitu yang selalu teringat, dan membuat khawatir setiap harinya…

Kamu?

Aku rindu setiap waktu kita bisa berbincang bersama menghabiskan waktu yang tanpa terasa kita harus berhenti dan melanjutkan esok harinya. Kamu? Aku rindu dengan kita yang selalu bersama, menghabiskan waktu bersama dengan tawa. Kamu? Disetiap waktu yang kita habiskan bersama memudar dengan sendirinya, dari yang saling menghubungi setiap waktu menjadi, saling menghubungi sehari sekali, yang lalu berkurang menjadi seminggu sekali, yang berkurang kembali menjadi sebulan sekali, dan semakin berkurang hingga berhubungan sesekali disaat kita “ingat” saja.

Bahwa yang pergi tidak selalu datang kembali, bahwa tidak semua cerita berakhiran bahagia, waktunya mengikhlaskan lah yang berperan.

Terimakasih selama 120 hari sejak pertama kali bertemu, canda dan tawa yang tiba tiba membeludak, bahagia dan cemburu yang muncul secara bersamaan.
Yang menguatkan aku disaat aku merasa kalah, meyakinkan aku disaat aku merasa salah, yang menuntun di saat tak tahu arah melangkah, yang menguatkan aku agar menjadi seseorang yang tidak mudahnya menyerah, semoga kamu baik-baik saja.~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar